Rabu, 22 Februari 2012

Adakah HAM untuknya?

Adakah HAM untuknya?

Kekerasan yang melibatkan antara masyarakat dengan aparat sudah beberapa kali terjadi. Dan fatalnya bentrokan kedua kubu tersebut seringkali meninggalkan korban jiwa. Korban tewas bukan hanya datang dari warga sipil, aparat pun terkadang juga terkena imbasnya.

Masih ingat di benak kita, di bulan-bulan penutup tahun 2011 lalu, dua tindak kekerasan pecah di dua wilayah di Sumatera, yaitu kabupaten Mesuji, Lampung serta Kecamatan Mesuji Kab. Ogan Komering Ilir. Di dua wilayah tersebut tentu “menghadirkan” korban tewas. 7 warga tewas di Kecamatan Mesuji dan 1 tewas di Kab. Mesuji. Tidak hanya dua wilayah Mesuji itu, di Bima, NTB, bentrokan terjadi antara polisi dan warga yang memblokade pelabuhan, 2 warga sipil tewas (versi kepolisian), 3 tewas versi Komnas HAM. Dalam kasus-kasus tersebut, sebenarnya bukan hanya pihak warga dan aparat yang paling berperan. Semestinya peran dari Perusahaan yang memicu aksi tersebut layaknya untuk*di telusuri.
Dari yang saya lihat, selalu saja efek dari kekerasan itu yang sering (tidak selalu) di bahas di banyak forum. Tentu saja pihak aparatlah yang selalu tersudutkan. Terlebih bila HAM (Hak Asasi Manusia) yang berbicara. Mulai dari korban tewas di pihak siapa, korban tewas terkena apa, serta pelanggaran apa yang sekiranya dilakukan oleh pihak aparat. Lagi-lagi aparat selalu diposisi tersudut dalam hal ini.

Dari beberapa korban jiwa, banyak diantaranya yang disebabkan oleh peluru dari aparat. Entah peluru tersebut nyasar atau memang sengaja diarahkan ke massa. Lalu mengapa peluru-peluru tajam sampai mengenai massa? Apa yang mendasari aparat melakukan “pelepasan” peluru? Rasa tanggung jawab tadi yang menurutku perlu dipertanyakan. Apabila bentrok pecah dan mengakibatkan korban jiwa, yang pertama dilihat banyak kalangan tentu saja pelanggaran yang dilakukan oleh aparat . warga sipil selalu di posisi aman. Mengapa bisa seperti ini? Tentu tak lepas dari peran serta fasilitas yang dimiliki. Tugas untuk mengayomi dan melayani masyarakat dinilai kurang atau tidak berhasil, dan banyak yang menialai, aparat dalam menggunakan senjata kadangkala “membabi buta”.

Memang, pada dasarnya aparat adalah petugas yang mengabdi untuk negara serta mengayomi dan melayani masyarakat (kepolisian), menjaga dan mempertahankan wilayah NKRI (TNI). Dalam melakukan tugas yang diamanahkan negara, aparat selalu di persenjatai meskipun tidak semua aparat memegang senjata. Senjata untuk aparat memang perlu dan penting karena tugasnya sebagai perisai serta proteksi negara beserta warganya. Untuk memperoleh sertifikat memegang senjata api, tentu bukan hal yang mudah. Begitu banyak tes yang dilalui, mulai dari tes Psikologi, tes kesehatan dan berbagai tes-tes lain. Jika sudah memperoleh haknya untuk memegang senjata, tentulah harus dibarengi dengan rasa tanggung jawab yang tinggi.

Dengan adanya korban tewas, kemudian muncul ke permukaan istilah yang ramai di perbincangkan, yaitu kesalahan protap yang dilakukan oleh aparat. Lalu apakah itu PROTAP? Protap adalah singkatan dari prosedur tetap yaitu Aparat dapat melumpuhkan pelaku tindakan anarki dengan menggunakan senjata api. Anarki disini berarti tindakan yang dilakukan dengan sengaja atau terang-terangan oleh seseorang atau kelompok orang yang bertentangan dengan norma hukum yang mengakibatkan kekacauan, membahayakan keamanan umum, mengancam keselamatan jiwa dan atau barang, kerusakan fasilitas umum, atau hak milik orang lain. Sebelum melakukan tindakan atas protap, pihak aparat tentunya memiliki berbagai opsi, misalnya melalui negoisasi. Opsi inilah yang semestinya digunakan dengan sebaik-baiknya oleh kedua pihak yang bersitegang.

Kata anarki yang diatas berarti tindakan yang melanggar norma hukum dan mengancam keamanan umum. Dalam Protap Kepala Keoplisian Negara Republik Indonesia nomor:Protap/1/2010 disebutkan beberapa sifat anarki diantaranya ;
a. agresif;
b. spontan;
c. sporadis;
d. sadis;
e. menimbulkan ketakutan;
f. brutal;
g. berdampak luas; dan
h. pada umumnya dilakukan secara massal.
Dari beberapa sifat tersebut, hal yang patut untuk dipertanyakan adalah apa penyebab dari anarki? Banyak sekali mungkin jawabannya. Namun saya menemukan satu jawaban yang kebanyakan hal inilah penyebabnya. Ketidakpuasan.
Ham, hak asasi manusia lah yang selalu berbicara untuk memvonis para aparat. Tentu, aparat tahu benar dan wajib bertanggung jawab penuh terhadap adanya korban tewas. Dan warga sipil hanyalah warga tak bersenjata (api) yang menyatakan ketidakpuasannya kepada pihak-pihak tertentu.
Di malam tahun baru kemarin, tugas polisi sangatlah berat yaitu mengamankan situasi dan kondisi di malam pergantian tahun. Di blitar diberitakan, seorang polisi tewas tertusuk saat menjalankan tugasnya mengamankan malam tahun baru. Dilihat dari luka tusukannya, jelas ini merupakan suatu sifat anarki yang sadis,sporadis,brutal, yang dilakukan oleh sekelompok orang tak dikenal. Jelas situasi ini berbalik dengan situasi sengketa beberapa waktu lalu. Sekarang polisi yang gantian diserang. Dan disini apakah ada pelanggaran HAM?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar